Kampung Lai Hiding |
Sangat berbeda ketika kita sedikit berkilas balik dengan umunya warga
perkotaan. Belum lagi agungnya karya Tuhan bagai guratan kuas tinta pada kanvas
yang tak ada harganya dalam sebuah lukisan alam.
Kawanan Kerbau di Tengah Kampung Setelah Pulang Dari Sungai |
Seperti itulah yang
aku rasakan ketika menemani sahabatku Iki dan Moko ketika melakukan liputan di
kampung lai-Hiding desa Kiritana
Seperti umumnya
kampung-kampung di Sumba Timur-NTT selalu terpisah jauh dari kampung lainnya. Namun
radius dari kota Waingapu tidak lah jauh.
Membutuhkan waktu tak
lebih dari satu jam perjalanan kita telah masuk di kampung ini dari Kota Waingapu-Sumba
Timur.
Namun untuk sampai ke
kampung ini hanya setengah perjalanan dengan mengunakanan kendaraan bermotor atau
carteran dari kota Waingapu. Selebihnya kita harus berjalan sejauh kurang lebih
satu kilo meter.
Sedangkan ada
alternatif lain yaitu dengan menggunakan perahu motor tempel yang dapat disewa.
Namun perahu tempel ini akan kesulitan bila memasuki daerah yang dangkal dan
harus melawan arus ketika berangkat ke kampung Lai-Hiding.
Perahu Tempel untuk Transportasi Warga |
Sungai Kambaniru |
Tetapi akan sangat
memanjakan mata ketika pulang dari kampung ini dengan menggunakan perahu temple
karena mengikuti arus dan pemandangan sepanjang sungai berupa tebing batu,
perbukitan yang memanjakan mata.
Tebing Batu di Sepanjang Bantaran Sungai |
Jadi yang pastinya ketika
ingin mengunjungi kampung ini mempaunyai rute yang berbeda ketika berangkat dan
pulang.
Bagi yang mau hiking
terlebih dahulu maka menuju kampung ini
sungguh sebuah pengalaman mengasikan. Pertama-tama kita harus menyeberangi
sungai selebar kurang lebih 50 meter. Biasanya ada sampan warga yang disiapkan
di tepi sungai Kambaniru. Setelah itu lalu menempuh perjalanan menyusuri padang
dan tebing batu.
Keindahan akan mulai nampak ketika kita mengabadikan moment
dalam sebuah frame gambar sungai lekukan sungai dari bukit savana.
Setelah itu kitapun
akan turun menyusuri tebing batu dengan kemiringan yang cukup terjal. Dan
setelah melewatinya kita akan meyeberangi sungai lagi. Rupanya masih sungai
yang sama namun karena lekukanya bagai “
tubuh ular melingkar” makanya seperti kita harus menyusuri dua sungai ketika
hendak memasuki kampung ini.
Tebing terjal cocok untuk Hiking |
Padang Savana dan Sungai |
Topografi kampung
yang terletak di lembah ini ternyata menyimpan keindahan alam yang tak terduga
dengan kehidupan social khas masyarakat lokal Sumba Timur.
Ketika sore hari atau
pagi hari kita dapat naik ke bukit kecil di depan kampung untuk menikmati
matahari senja atau pagi hari.
Untuk penginapan tak
perlu ragu karena kita dapat tidur bersama warga. Keramahan warga di kampung
ini tak perlu disangsikan.
Anak-Anak Bermain di Tengah Kampung |
Iki Habis Menyembelih Seekor Ayam |
Bersama Iki dan Moko |
Tak ada listrik di
kampung ini ketika malam hari biasanya hanya diterangi pelita. Begitun kita tak
akan diganggu dengan deringan telepon dan sms dari hanphone karena tak ada
signal di kampung yang ada hanya bunyi kodok, jengkrik, hingga kita terasa sangat
dekat dengan alam.
NB:
NB:
- Harga mobil carteran 650-800 ribu rupiah perhari di Sumba umumya dan dapat berubah sewaktu-waktu