Friday 24 May 2013

KAMPUNG LEMBAH LAI-HIDING


Kampung Lai Hiding
Membuat sebuah liputan di kampung memang banyak pelajaran yang diperoleh bila dibandingkan dengan di kota. Paling tidak kita teringat kembali akan kesederhanaan, keramah tamahan, tenggang rasa, gotong royong menjadi pemandangan umum hingga membut kita terenyuh. 

Sangat berbeda ketika kita sedikit berkilas balik dengan umunya warga perkotaan. Belum lagi agungnya karya Tuhan bagai guratan kuas tinta pada kanvas yang tak ada harganya dalam sebuah lukisan alam.

Kawanan Kerbau di Tengah Kampung Setelah Pulang Dari Sungai

Seperti itulah yang aku rasakan ketika menemani sahabatku Iki dan Moko ketika melakukan liputan di kampung lai-Hiding desa Kiritana

Seperti umumnya kampung-kampung di Sumba Timur-NTT selalu terpisah jauh dari kampung lainnya. Namun radius dari kota Waingapu tidak lah jauh.

Membutuhkan waktu tak lebih dari satu jam perjalanan kita telah masuk di kampung ini dari Kota Waingapu-Sumba Timur.

Namun untuk sampai ke kampung ini hanya setengah perjalanan dengan mengunakanan kendaraan bermotor atau carteran dari kota Waingapu. Selebihnya kita harus berjalan sejauh kurang lebih satu kilo meter.

Sedangkan ada alternatif lain yaitu dengan menggunakan perahu motor tempel yang dapat disewa. Namun perahu tempel ini akan kesulitan bila memasuki daerah yang dangkal dan harus melawan arus ketika berangkat ke kampung Lai-Hiding.

Perahu Tempel untuk Transportasi Warga


Sungai Kambaniru

Tetapi akan sangat memanjakan mata ketika pulang dari kampung ini dengan menggunakan perahu temple karena mengikuti arus dan pemandangan sepanjang sungai berupa tebing batu, perbukitan yang memanjakan mata.

Tebing Batu di Sepanjang Bantaran Sungai

Jadi yang pastinya ketika ingin mengunjungi kampung ini mempaunyai rute yang berbeda ketika berangkat dan pulang.    

Bagi yang mau hiking terlebih dahulu maka  menuju kampung ini sungguh sebuah pengalaman mengasikan. Pertama-tama kita harus menyeberangi sungai selebar kurang lebih 50 meter. Biasanya ada sampan warga yang disiapkan di tepi sungai Kambaniru. Setelah itu lalu menempuh perjalanan menyusuri padang dan tebing batu. 

Keindahan akan mulai nampak ketika kita mengabadikan moment dalam sebuah frame gambar sungai lekukan sungai dari bukit savana.

Setelah itu kitapun akan turun menyusuri tebing batu dengan kemiringan yang cukup terjal. Dan setelah melewatinya kita akan meyeberangi sungai lagi. Rupanya masih sungai yang sama namun karena lekukanya  bagai “ tubuh ular melingkar” makanya seperti kita harus menyusuri dua sungai ketika hendak memasuki kampung ini.   
Tebing terjal cocok untuk Hiking
Padang Savana dan Sungai

Topografi kampung yang terletak di lembah ini ternyata menyimpan keindahan alam yang tak terduga dengan kehidupan social khas masyarakat lokal Sumba Timur.

Ketika sore hari atau pagi hari kita dapat naik ke bukit kecil di depan kampung untuk menikmati matahari senja atau pagi hari.

Untuk penginapan tak perlu ragu karena kita dapat tidur bersama warga. Keramahan warga di kampung ini tak perlu disangsikan.
Anak-Anak Bermain di Tengah Kampung


Iki Habis Menyembelih Seekor Ayam
Bersama Iki dan Moko

Tak ada listrik di kampung ini ketika malam hari biasanya hanya diterangi pelita. Begitun kita tak akan diganggu dengan deringan telepon dan sms dari hanphone karena tak ada signal di kampung yang ada hanya bunyi kodok, jengkrik, hingga kita terasa sangat dekat dengan alam. 

NB:

  • Harga mobil carteran 650-800 ribu rupiah perhari di Sumba umumya dan dapat berubah sewaktu-waktu



1 comment:

  1. SAlut kawan, tetap berkarya.... tunggu postinganmu selanjutnya....

    ReplyDelete